Sejarah Berdirinya Desa Jangglengan
Menurut
Bayan Sepuh ( sesepuh desa ),tanah daerah kebekelan jomenta mempunyai 2 lokasi
:
1.
Hanya 2 kampung
2.
Kawasan hutan belum teratur (
hutan belantara )
2 kampung tersebut :
1.
Kampung Jomenta
Setelah KG ( kanjeng Gusti ) Sapar dan Jumeneng
Nata pada tahun 1825-1830, tanah ini dikelola menjadi kawasan hutan kintik (
wreksa kentini ). Kanjeng Gusti Sapar dan Jumeneng Nata ( PB Surakarta ) ya
jejuluk sinuwun bangun tapa. Selanjutnya Sang Prabu pada tahun 1830 ditangkap
oleh kompeni Belanda diketahui sang prabu membantu pangeran Diponegoro kemudian
Sang Prabu dibuang ke Silong, Ambon.
Setelah
kekosongan tahta PB VII, yang meneruskan / merintis hutan jati selanjutnya
adalah PB VIII. Kemudian kawasan ini diberi nama Kawasan Wreksa Kintiki.
Pada
tahun 1830, Susuhunan Pakubuana VII ya Sinuwun Bangun Tapa di Selong, mempunyai
calon putra yang masih didalam kandungan sang pramesti. Kemudian lahir pada
tanggal 22-12-1830 ( tanggal rajab tahun 1758). Ditandai dengan Condro
sang Kolo Ngesti toto swaraning janma diberi nama BRMG Duksina yang
dibina oleh ibu Prameswari tanpa ayah.
BRMG
Duksina Setelah menginjak setengah dewasa mempunyai cita-cita untuk meneruskan
cita-cita ayahnya, ialah Susuhunan PB VII ya sinuwun bangun tapa. Ternyata
setelah dewasa BRMG Duksina suka meditasi, yang banyak dijalani ialah Topo
Kungkum di sungai Bengawan Solo. Setelah Kanjeng SUsuhuna PB VIII wafat, BRMG
Duksina dinobatkan menjadi raja Kraton Kusunanan Surakarta jejuluk Paku Buana
IX.
Setelah
memegang kekuasaan sang Nata
- · Sangat bijaksana· Raja Morkawulo· Melanjutkan cita-cita ayahnya PB VII· Hobi Laku Boto· Ahli kasusastraan Jawa· Gemar melakukan meditasi di air.
Setelah
pegang kekuasaan sangat bijaksana, masyarakat ( kawulo ) daerah tersebut diberi
kesempatan : kawasan Hutan Jati diberi
ijin untuk ditempati Nolo Karyo. Kemudian
daerah tersebut dihuni masayarakat (kawulo) dengan berdirinya :
1.
Kampung Ngandong
2.
Kampung Kepyar
3.
Kampung Joglo
Selanjutnya
setelah Hutan Jati lokasi tepi sungai bengawan solo tinggal -+200 Ha, kemudian
lokasi tersebut digunakan untuk pembibitan kayu jati.
Selanjutnya setelah bibit
tersebut dicabut, lokasi tersebut di ijinkan untuk ditempati Nolokaryo,
kemudian dinamakan Kampung Jangglengan.
Pada jaman susuhunan PB IX
melakukan tarak brata kungkum di sungai Bengawan Solo tepatnya di kedung
ngelayu, kemudian beliau mendapat wangsit ( ilham ) supaya membangun
Pasanggrahan, yang selanjutnya pada waktu tertentu Kanjeng Gusti PB IX meditasi
( tapa kungkum ) di kedung banting yang jalannya melalui sungai Bengawan Solo
Memakai Prau Kyai Rojomolo.
Dikedung banting beliau mendapat
ilham ( wangsit ) bahwa, membangun pasanggrahan mengambil kayu jati di hutan
jati Jangglengan. Setelah mendapat wangsit di kedung banting kemudian Beliau
masuk hutan jati, ditengah-tengah hutan, beliau duduk di suatu gumuk terpencil
untuk meniti (melihat) kayu mana yang dapat digunakan untuk bangunan
pasanggrahan. Lantas mengambil kayu jati di jangglengan sebelum diangkut
ditumpuk di pucangan.
Patilasan (tempat) semedi
tersebut sampai sekarang menjadi tempat yang kramat. Sampai sekarang dapat
digunakan meditasi siapa saja yang percaya kepada kejawen. Dulu ada bangunan
tetapi sekarang tinggal puing-puing, lokasi itu bernama “Cungkup”.
Pada jaman PB IX tempat itu
dibangun tetapi sampai sekarang sudah mulai rusak dan oleh masyarakat dibangun
kembali tetapi sangat sederhana.
Pada jaman kerajaan, hutan jati
itu pengelolaannya melalui sungai bengawan solo, yang digunakan Bandar kampung
Pucangan. Kayu jati yang akan digunakan pasanggrahan itu diangkut dan ditumpuk
digudang Bandar pucangan. Kayu besar diangkut,pucukan (ujung) ditinggal
dikampung pucangan, yang selanjutnya kampung pucangan diganti nama menjadi kampung
“Pucungan” karena ketinggalan pucukan (ujung) kayu yang akan digunakan bangunan
Pasanggrahan dikampung jomenta kemudian desa jomenta berganti nama menjadi
“Jumetro” sebab kampung tersebut menjadi jujukan rawuhnya (datangnya) kanjeng
susuhunan PB IX diwaktu meditasi di kedung banting.
Pada cerita PB IX, menurut
Sertayatno Hisworo data-data cerita dari pinisepuh desa jangglengan tahun 1955
PB IX mempunyai anak pria, mulai umur 3 tahun diangkut menjadi putra mahkota.
PB IX menjadi raja kerajaan
keraton Surakarta lamanya 32 tahun. Setelah putra mahkota dewasa, kemudian
dinobatkan menjadi raja PB X, kanjeng Gusti PB X sangat bijaksana kondang raja
kaya dengan membangun prasarana budaya diberi plakat PB X oleh kasuhunan PB X,
kemudian didaerah kasuhunan khususnya daerah Surakarta bagian selatan Hersine pembagian tanah diberikan Nolo Karyo .
1.
Pekarangan
2.
Sanggan berwujud sawah dan tegal
(ladang).
Status
tanah disebut Hak Hanggaduh turun temurun pada tahun 1924 sekarang termasuk
daerah Sukoharjo.
Dan
daerah jangglengan dengan batas-batas :
1.
Selatan : Bengawan
Solo
2.
Utara : Jalan
3.
Timur : -
4.
Barat : Jalan
Selanjutnya
pada rapat penerimaan tanah kepada Nolo
Karyo menerima :
1.
Sanggan
2.
Pekarangan
Kemudian
oleh pemerintah menawarkan, Desa ini mau dinamakan apa ?
Setelah
dimusyawarahkan, berhubung tanah ini bekas hutan jati yang bermanfaat maka desa
ini dinamakan Desa Jangglengan berasal dari janggleng (Buah jati).
Riwayat
ini dirumuskan :
1.
Seratyatno Hisworo
2.
Buku Noto Cangkromo
3.
Cerita parasesepuh desa
Jangglengan tahun 1955.
0 komentar:
Posting Komentar